Nama : Nurul Khabibah
NIM : 2101413126
Alamat : Tulungagung
Legenda Air Terjun Kandung
Keindahan
ekosistem kars di Tulungagung memang tak diragukan lagi. di kawasan hutan
lindung di Kecamatan Rejotangan (kira-kira Desa Tanen, mungkin juga
Sumberagung) terdapat sebuah air terjun batu kapur yang sangat elok, air terjun
tersebut dikenal sebagai air terjun Kandung.
Benar-benar
sebuah mahakarya. Hijaunya lumut yang berpadu dengan rona batuan kapur, membuat
air terjun ini begitu istimewa. Keelokannya semakin terpancar dengan adanya
rerumputan yang menghiasi puncak air terjun. Dibawah air terjun dapat dijumpai
dua buah kolam alami yang bertingkat. Airnya jernih keputihan menggoda siapa
saja untuk berendam. Sekali lagi, air terjun Kandung benar-benar sebuah
mahakarya yang tiada duanya.
Perang
batin pun mulai menghinggapi saya, “bagaimana asal mula air terjun ini
dinamakan Air Terjun Kandung?.” Akhirnya saya mencari informasi tentang asal
usul nama Kandung ini. Konon katanya tenpat ini ada hubungannya dengan Joko
Kandung dari kerajaan Ariyo Blitar. Apakah benar rumor tersebut?. Mari kita
simak cerita selengkapnya.
Dari cerita Pak Kuat (Orang yang lahir dan besar di sekitar Air Terjun
Kandung) menceritakan bahwa Joko Kandung
adalah sebuah cerita sejarah kepemimpinan yang penuh dengan heroisme dan
pertarungan antara kebenaran, kejujuran dan keadilan melawan kebatilan,
keculasan dan ketidakadilan juga cerita kudeta kekuasaan berdarah. Legenda Joko Kandung adalah sejarah tentang Nilo Suarno atau Adipati Ariyo
Blitar I yang menjalankan kepemimpinan Kerajaan Majapahit dengan baik di
Blitar. Nilo Suarno menikah dengan Dewi Rayung Wulan dan dianugerahi anak yang
bernama Joko Kandung.
Dalam perjalanan kepemimpinan Nilo Suarno atau Adipati Ariyo Blitar I
terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Ki Ageng Sengguruh Kinareja yang
merupakan Patih dari Kadipaten Blitar. Pemicu pemberontakan adalah keinginan
Patih Ki Ageng Sengguruh Kinareja yang ingin mempersunting Dewi Rayung Wulan
yang menjadi istri dari Adipati Ariyo Blitar I.
Siasat busuk pun mulai disusun oleh Ki Ageng Sengguruh Kinareja dengan
memberi nasehat kepada Nilo Suwarno atau Adipati Ariyo Blitar I untuk mencari ikan
wader bersisik emas di aliran sungai yang menjadi aliran Air Terjun Kandung, untuk mengobati istrinya yang sakit dan di rundung duka. Nilo Suarno atau
Adipati Ariyo Blitar I tidak menduga bahwa itu hanya siasat busuk Ki Ageng
Sengguruh Kinareja untuk mengakhiri hidupnya. Benar saja saat Nilo Suwarno atau
Adipati Ariyo Blitar I sedang asik menuruni sungai dan mencari ikan wader
bersisik emas tanpa di duga dari belakang Nilo Suarno atau Adipati Ariyo Blitar
I ditikam dari belakang menggunakan keris Cepret miliknya oleh Ki Ageng
Sengguruh Kinareja dan para pengikutnya.
Dengan tipu muslihatnya itu akhirnya Ki Ageng Sengguruh Kinareja
berhasil merebut jabatan Adipati dengan membunuh Adipati Nilo Suwarno. Setelah
mengangkat dirinya menjadi Adipati Ariyo Blitar II, Ki Ageng Sengguruh Kinareja
juga mengusir permaisuri Adipati Nilo Suarno yang sedang mengandung.
Pak Kuat yang sepertinya mengalami atau hidup pada masa itu juga
menceritakan bagaimana perjuangan Joko Kandung menuntut balas atas kematian
ayahnya. Diceritakan bahwa Joko Kandung menyusun siasat untuk berada di dalam
istana Adipati Ki Ageng Sengguruh Kinareja. Melalui burung perkutut putih yang memiliki suara merdu dan merupakan
simbol Kerajaan Majapahit yang menjadi buah bibir sampai ke istana Kadipaten
Blitar akhirnya Joko Kandung dapat bertemu dengan Adipati Ki Ageng Sengguruh
Kinareja yang ingin membeli burung perkutut putih milik Joko Kandung.
Joko Kandung mengabulkan keinginan Adipati Ki Ageng Sengguruh Kinareja
untuk membeli burung perkutut putih miliknya asalkan Adipati bersedia
mengabulkan permintaannya agar dia yang tetap memelihara burung perkutut putih
itu di istana Kadipaten Blitar.
Singkat cerita, akhirnya Joko Kandung diangkat oleh Adipati Ki Ageng
Sengguruh Kinareja menjadi anak angkatnya dan diperkenankan untuk memilih
senjata yang menjadi kesukaan Joko Kandung untuk dimilikinya. Pilihan Joko Kandung jatuh pada sebilah keris tanpa sarung yang diberi nama
keris cepret dan Joko Kandung menanyakan sejarah dan riwayat mengapa keris itu
tidak memiliki sarung. Adipati Ki Ageng Sengguruh Kinareja menceritakan bahwa
keris itu adalah milik Nilo Suarno atau Adipati Ariyo Blitar I yang direbutnnya
dan dipergunakan untuk membunuh Nilo Suarno atau Adipati Ariyo Blitar I
sehingga Ki Ageng Sengguruh Kinareja menduduki jabatan Adipati Ariyo Blitar II.
Setelah mendengar penjelasan Ki Ageng Sengguruh Kinareja, Joko Kandung
mengambil Keris Cepret dan mengatakan kepada Adipati Ki Ageng Sengguruh
Kinareja bahwa dialah anak dari Nilo Suarno atau Adipati Ariyo Blitar I yang
menuntut balas saat itu juga.
Akhirnya Ki Ageng Sengguruh Kinareja tewas di tangan Joko Kandung dengan
senjata pusaka Keris Cepret (keris tanda pemegang jabatan Adipati yang sah).
Setelah Joko Kandung merebut kembali jabatan Adipati dan dianugerahi menjadi
Adipati Ariyo Blitar III. Tetapi Joko Kandung tidak meneruskan jabatanya dan diserahkan kepada orang
lain ia lebih memilih tinggal di alas atau hutan yang berada di perbukitan nan
jauh. Joko
Kandung menetap di hutan itu hingga dia wafat di hutan tersebut. Sekarang hutan
tersebut dinamakan “Hutan Kandung” dan Air Terjun yang digunakan sebagai tempat
pertapaan joko Kandung dinamakan “Air Terjun Joko Kandung.”
*****
Asal Mula Upacara Adat Baritan
Oleh : Nurul Khabibah
Desa Lawadan yang sekarang tinggal cerita, besar sekali
andilnya terhadap kabupaten Tulungagung. Dahulu, di desa ini ada ritual
menyusui siluman buaya putih untuk mengusir bencana. Seperti apa kisahnya…?
Di daerah Tulungagung banyak terdapat peninggalan sejarah
purbakala. Sekitar 63 buah peninggalan berupa benda bergerak dan tidak
bergerak. Di antaranya peninggalan tersebut adalah 26 prasasti, 24 diantaranya
batu. Salah satunya adalah prasasti Lawadan. Karena terletak di Desa Lawadan,
yang sekarang berubah nama jadi Wates Campurdarat.
Prasasti yang bertanggal 18 November 1205, hari Jum’at
Pahing tersebut dikeluarkan oleh Prabu Srengga, raja terakahir kerajaan Daha,
yang juga dikenal dengan nama Prabu Dandanggendis. Prasasti tersebut berisi
pemberian keringanan pajak dan hak istimewa semacam bumi perdikan atau sima.
Alasan pemberian “hadiah” tersebut adalah karena jasa
prajurit Lawadan yang sudah memberikan bantuan kepada kerajaan mengusir musuh
dari timur, sehingga raja yang tadinya telah meninggalkan kraton dapat kembali
berkuasa.Desa Lawadan yang sekarang tinggal cerita, besar sekali andilnya
terhadap kabupaten Tulungagung. Makanya, ketika masih berwujud rawa,
orang-orang di sana mudah mencari uang, yakni dengan cara mencari ikan yang
dapat dijual dan jadi uang. Karena itu, pada umumnya orang-orang di sana semua
kaya, rumahnya besar-besar, tiangnya kayu jati glendeng.
Setiap pagi, sarapannya ikan bakar yang dimasukkan
bumbung. Kalau istirahat siang, biasa tiduran di atas lantai yang terbuat dari
sesek bambu. Uniknya, bisa tiduran sambil mengintip ikan yang berkejar-kerajan.
Sorenya, sambil menanti matahari terbenam, dihabiskan dengan berperahu mencari
bunga teratai dan kul.
Sedangkan kalau mempunyai hajat apa saja, baik menikahkan
atau mengkhitankan anaknya, hiburannya kesinian tayup. Terkadang tamunya
siluman Bajul Putih. Karena siluman Bajul Putih itu kesenangannya menari dengan
waranggana. Apalagi aturan tayup pada waktu itu bebas, minta gending atau lagu
apa saja boleh, memasukkan uang ke sela payudara waranggana sambil memegangnya
juga tidak dilarang. Apalagi kalau yang memasukkan uang tersebut siluman Bajul
Putih, tidak ada waranggana yang tidak senang. Disamping mendapatkan uang,
payudaranya juga bisa berubah jadi berisi, padat, kenyal, dan indah. Tapi
sayangnya, tidak semua waranggana bisa mendapatkan hal ini. Konon, pada masa
itu tidak sedikit waranggana yang sengaja membiarkan semua lelaki meremas-remas
payudaranya. Bahkan tidak hanya itu, tapi juga ada yang sampai mau meneteki
segala. Alasannya masuk akal, siapa tahu diantara lelaki itu siluman Bajul
Putih.
Kenapa bisa begitu? Konon menurut ceritanya, siluman
Bajul Putih itu tidak hanya menyukai kesenian tayup, tapi juga suka dengan
payudara yang masih kencang. Makanya, siluman Bajul Putih itu lebih suka
memilih payudara waranggana yang masih perawan. Begitulah kisah-kisah di masa
lalu.
Ketika saya bermain kesana, ke bekas Desa Lawadan. Desa
ini baru saja terkena musibah besar. Orang Jawa mengatakan “kena pageblub”.
Pertengahan November 2007 kemarin, warganya sejumlah 170 orang, terkena
penyakit chikungunya. Karena pageblug ini ada seorang warga yang usul kepada
sesepuh desa agar mengadakan upacara ritual telanjang dada.
Usulan tersebut agaknya karena terinspirasi pada kisah
lama, sewaktu Desa Lawadan masih berwujud rawa. Bila kena musibah besar, cara
mengatasinya gampang. Para wanita, baik yang masih perawan maupun yang sudah
menyusui, berbondong-bondong pergi ke gundukan untuk mengadakan ritual
telanjang dada.Konon, setelah wanita-wanita itu menyusui siluman Bajul Putih,
musibah yang melanda desa pun langsung hilang.Begitu juga ketika prajurit
Lawadan mengusir musuhnya. Isteri-isteri prajurit tersebut juga pergi ke
gundukan untuk menyusui siluman Bajul Putih.
Karena usulan tersebut, para sesepuh desa kemudian berkumpul.
Setelah usulan tadi dimusyawarahkan, kemudian merancang ritual apa yang sesuai.
Akhirnya disepakati kalau mereka akan mengadakan upacara ritual
menyusui.Sebelum upacara ibu menyusui dilaksanakan, didahului dengan upacara
sesaji yang dilaksanakan pagi hari. Yang membawa sesaji para gadis yang
berpakaian bak putri kraton tempo dulu. Rombongan ini diarak keliling desa.
Setelah itu, malamnya baru dilaksanakan upacara ritual ibu menyusui.
Mereka tidak harus telanjang dada, hanya cukup tidak
mengenakan BH. Sehingga dari belakang masih terlihat memakai baju. Tapi kalau
dilihat dari depan, baru tampak payudaranya dibiarkan terbuka. Kemudian salah
satu dari mereka ada yang mendapat bisikan halus, “Kalau ingin selamat, tolong
semua warga mengadakan syukuran di perempatan jalan!”Maka dari itu, untuk
memperingati lahirnya tahun Saka yang jatuh pada hari Kamis Pahing, tanggal 10
Januari 2008, oleh warga desa yang mengaku wong Lawadan, diadakan upacara adat
baritan. Memang, setiap tahun, tepatnya pada tanggal 1 Sura, wong Lawadan yang
tinggal di Desa Wates, kecamatan Campurdarat pasti mengadakan upacara adat
baritan. Yaitu, syukuran yang diadakan di perempatan-perempatan jalan desa.
Tahun ini uborampe lebih komplit dibanding dengan uborampe untuk upacara adat
baritan tahun-tahun sebelumnya.
Kenapa? Menurut keterangan Purwari, karena belum lama ini
(pertengahan Nopember 2007) warga desa Wates sejumlah 170 orang baru saja
terkena penyakit chikungunya. Maka uborampe untuk upacara adat baritan pada
hari Rabu, tanggal 9 Januari 2008 kemarin dikomplitkan. Kalau uborampe
tahun-tahun sebelumnya hanya takir plontang, jenang sura, jenang mancawarna,
jenang abang, sega punar, sega mule, mas agung, gula gimbal, gula gringsing,
pisang, buceng robyong, dan lada sega gurih (sekul suci ulam sari). Tahun ini
(2008), ubarampenya kemudian ditambahi cok bakal, sajen, kembang setaman,
buceng sewu, sega urap, pala kependem, pala gemandul, padi, dan kembar mayang.
Upacara adat baritan tersebut dilaksanakan setelah
Maghrib. Seluruh masyarakat Desa Wates keluar dari rumah, dan berkumpul
diperempatan jalan desa. Untuk ibu-ibu sambil membawa takir plontang berisi
berbagai hidangan dan sesaji. Diantaranya jenang sura, buceng kuat dan ingkung.
Takir plontong adalah tempat nasi dan lauk pauk terbuat dari daun pisang
diatasnya diberi janur. Sesaji dan hidangan tersebut diletakkan di kerumunan
masyarakat. Dan hidangan itu bisa dinikmati, ketika sesepuh desa Wates usai
memberi doa.
Sebelum acara baritan itu dimulai, Rabu pagi, pemuda desa
Wates mengadakan berbagai persiapan. Seperti, membersihkan desa, merangkai
janur yang digunakan hiasan di setiap perempatan. Tidak hanya itu, para pemuda
juga membuat dimar (lampu terbuat dari pohon bambu diberi minyak tanah). Dimar
yang dipasang diperempatan tersebut, dinyalakan ketika menjelang petang. Dimar
itu tidak hanya dipasang disatu perempatan, tettapi di seluruh perempatan desa
Wates, sebanyak 24 perempatan. Bapak-bapak yang membuat kembang mayang.
Sedangkan ibu-ibu dan remaja puteri, ramai-ramai membuat takir plontang,
beserta isi dan sesaji.
Purwari melanjutkan, rangkaian upacara adat baritan tidak
hanya bersih desa, dan membuat takir plontang. Tetapi, juga ada sebagian
masyarakat setelah shalat Subuh mengatamkan Al-Qur’an dibalai desa Wates.
Khataman Al-Qur’an ini berakhir sekitar pukul 15.00. Setelah itu, masyarakat
tidak ada yang keluar rumah atau musholah. Begitu shalat Maghrib selesai,
masyarakat tidak langsung berbondong-bondong keluar rumah dan menuju ke
perempatan. Tetapi mereka menunggu bunyi kentongan yang dipukul kamituwa.
Mendengar bunyi kentongan tersebut, para pemuda, ibu-ibu, anak-anak, dan
sesepuh desa langsung ke perempatan sambil membawa takir. Dan dimar sewu yang
sudah dipasang pada pagi harinya langsung dinyalakan. Sedangkan malamnya, usai
acara dilanjutkan, pagelaran kesenian uyon-uyon.
Purwari mengatakan, tujuan digelar baritan, selain untuk
membersihkan desa dari segala mara bahaya. Seperti penyakit chikunguya. Juga
punya makna mempererat silaturahmi antar penduduk. Arena dalam acara itu,
seluruh elemen masyarakat berkumpul jadi satu. Upacara adat baritan ini
merupakan tradisi atau budaya yang dilaksanakan masyarakat desa Wates secara
turun-temurun. Dan tradisi ini selalu digelar. Ketika tidak dilaksanakan,
menurut kepercayaan masyarakat setempat, terjadi pageblug atau bencana.
*****
Sumber Informasi;
Nama :
Purwari
Umur : 38 tahun
Pekerjaan :
Guru
Asal
Mula Nama Desa Tertek
Oleh
: Nurul Khabibah
Menurut cerita dari sebagian para orang yang sudah tua dan tokoh-tokoh
di desa Tertek, menyebutkan bahwa asal mula nama desa Tertek berawal dari
sebuah jembatan. Pada zaman dahulu banyak para tokoh penting bertempat tinggal
di sebuah tempat, kemudian tokoh tersebut membangun sebuah jembatan yang
bertujuan untuk menghubungkan daerah satu dengan daerah lainnya untuk
memperlancar perjalanannya.
Pada suatu hari dibangunkanlah jembatan oleh tokoh-tokoh tersebut,
jembatan itu sangat berfungsi untuk menyeberang ke tempat lain. Maka lokasi
penghubung tersebut biasa disebut dengan “Tertek” oleh sebagian orang Jawa.
Dari situlah para tokoh-tokoh dahulu yang bertempat tinggal di daerah tersebut,
menyebut daerahnya dengan sebutan “Tertek”. Hingga akhirnya semakin banyak
orang yang bermukim di daerah tersebut. Berlahan tapi pasti, hingga akhirnya
daerah tersebut semakin banyak yang bermukim di sekitar tertek. Sehingga
masyarakat sekitar daerah tersebut menamakan kawasan tersebut dengan Tertek.
Tertek atau jembaran, merupakan suatu alat penghubung antara satu
daerah dengan daerah lainnya, agar hubungan transportasi bisa berjalan lancar.
Sampai sekarang, daerah Tertek masih ada dan menjadi tempat pemukiman padat
penduduk.
*****
Sumber Informan;
Nama : Bapak Hamzah
Asanuddin
Umur : 51 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Asal
Mula Nama Desa Kalangbret
Oleh
: Nurul Khabibah
Di
sebuah kerajaan dilahirkan seorang pangeran yang diberi nama Pangeran Kalang.
Namun sering dipanggil adipati Kalang, setelah beberapa bulan lahir lagi anak
kedua, seorang putri cantik yang tepatnya diberi nama Putri Kembang Sore.
Mereka berdua tambah dewasa tanpa kasih sayang seorang ibu. Ibu mereka
meninggal setelah melahirkan Putri Kembang Sore, namun ayah mereka memberikan
kasih sayang yang lebih kepada mereka berdua. Sampai suatu ketika Adipati
Kalang diam-diam menyukai adiknya sendiri, peristiwa tersebut tanpa diketahui
oleh ayahnya.
Putri
Kembang Sore memang dianugerahi kecantikan pada wajahnya, namun sebenarnya
Putri Kembang Sore adalah seorang gadis yang liar. Hal tersebut dikarenakan
kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari ayahnya, karena sibuk dengan
masalah kerajaan.
Adipati
Kalang akhirnya memberanikan diri untuk berbicara kepada adiknya, bahwa dirinya
mencintai adiknya sendiri dan ingin segera mempersuntingnya, akan tetapi
Kembang Sore menolak, karena tidak mungkin dia harus menikah dengan kakaknya
sendiri. Namun tetap saja Adipati Kalang bersikeras membujuk adiknya agar mau
menjadi istrinya, tanpa peduli Putri Kembang Sore adalah adiknya sendiri. Setiap
hari, Putri Kembang Sore berusaha menjauhi kakaknya sendiri, karena dia tidak
ingin kalau kakaknya terus menerus memaksa dirinya dijadikan istri. Namun
Adipati Kalang tetap memaksa Kembang Sore.
Adipati
Kalang adalah orang yang sakti, sehingga dimana pun Putri Kembang Sore
bersembunyi, Adipati Kalang tetap bisa menemukannya. Putri Kembang Sore sangat
bingung dan ingin sekali kabur dari kerajaan, karena kelakukan dari kakaknya.
Pada suatu saat seorang pangeran dari Kerajaan
Majapahit yang mempunyai nama Pangeran Lembu Peteng melihat kecantikan Putri
Kembang Sore. Namun Pangeran Lembu Peteng tidak bisa mengungkapkan perasaannya,
bahkan untuk mendekati Putri Kembang Sore saja tidak bisa, dikarenakan Adipati
Kalang selalu mendampinginya.
Namun
Pangeran Lembu Peteng tidak putus asa untuk bisa mendekati Putri Kembang Sore,
walaupun setiap saat Adipati Kalang mendekatinya. Adipati Kalang ternyata
mengetahui, bahwasanya Pangeran Lembu Peteng juga menaruh perasaan cinta kepada
Putri Kembang Sore. Namun Pangeran Lembu Peteng tidak putus asa untuk terus
mendekati Putri Kembang Sore.
Suatu
hari Adipati Kalang mengundang Pangeran Lembu Peteng di sebuah tempat, di
tempat itulah Adipati Kalang berniat untuk membunuh Pangeran Lembu Peteng
dengan senjata kerisnya. Pertarungan pun akhirnya terjadi dengan sengit,
pertarungan cukup lama, yang ternyata dimenangkan oleh Adipati Kalang dengan
merobek-robek tubuhnya.
Karena
kejadian itulah tempat atau daerah tersebut diberi nama “Kalangbret”. Saat
kejadian tersebut, Putri Kembang Sore melarikan diri ke sebuah gunung, dan
disitulah Putri Kembang Sore menjadi seorang ratu. Namun tetap saja Adipati
Kalang bisa menemukannya, karena kesaktiannya yang dimiliki. Tetapi Putri Kembang
Sore tetap menolak bujukan Adipati Kalang. Sehingga kesabaran Adipati Kalang
pun habis, akhirnya dibunuhlah Putri Kembang Sore, dan menguburkannya di gunung
tersebut. Gunung tersebut saat ini bernama “Gunung Cilik” yang berada di daerah
Kalangbret, namun kawasan gunung tersebut sering dikenal dengan sebutan Gunung
Mbolo.
*****
Sumber
Informan;Ibu Wiwit; 60 Tahun; Bertani
Asal Mula Nama Daerah Bandung
Oleh : Nurul Khabibah
Dahulu
desa Bandung merupakan sebuah wilayah yang berkecukupan dan memiliki kekayaan
alam melimpah ruah. Di tempat tersebut terdapat sebuah sumber air yang lumayan
besar dan setiap petani sering memakainya sebagai pengairan sawah (baca:
irigasi). Akan tetapi hal tersebut berubah ketika Adipati di daerah tersebut
diganti dengan seorang Adipati yang tamak, rakus, dan kikir, sebut saja dengan
Adipati Hadijaya. Seluruh sumber air yang ada di daerah tersebut dikuasai
olehnya, sehingga penduduk mengalami kesulitan untuk mengairi sawahnya,
sehingga petani mengalami kerugian besar.
Nasib
para penduduk di daerah tersebut sungguh menyedihkan, kelaparan terjadi di
mana-mana. Hingga akhirnya berita tersebut didengar oleh putri Adipati Hadijaya
yang bernama Putri Roro Jonggrang, dia adalah putri Adipati Hadijaya. Roro
Jonggrang tersebut memiliki sifat seperti ibunya, yang lemah lembut namun tegas
dalam bertindak. Dia meminta pada ayahandanya untuk memberikan pengairan
terhadap sawah-sawah penduduk, tapi sang ayah menolak.
Sang
putri besikeras untuk mempertahankan pendirinya untuk menolong penduduk, agar
pengairan dapat diberikan kepada warga, biar para petani dapat bertani dengan
baik. Selama tujuh hari sang putri bersimpuh pada ayahandanya, akhirnya pada
malam ke tujuh hari, hati sang ayah luluh. Adipati Hadijaya mengabulkan
permintaan putrinya tersebut, asalkan sang putri mau menikah dengan seorang
raja dari kerajaan tetangga.
Mau
tidak mau dan juga berat hati, akhirnya Roro Jonggrang harus menuruti
permintaan ayahandanya. Ketika Bandung Bondowoso tiba, raja yang hendak
meminang putri Roro Jonggrang. Mereka berdua pergi ke sebuah tempat, yaitu
sebuah sumber air. Ketika sudah sampai di sumber air tersebut, Roro Jonggrang
langsung melemparkan kalung yang sangat disayanginya.
Kalung
tersebut adalah pemberian dari ibunya, sehingga Roro Jonggrang langsung meminta
pada Bandung agar mau mengambilkan kalung tersebut. Jika mampu mengambilnya,
maka Bandung akan menjadi suaminya. Ketika Bandung masuk ke sumber air, dengan
cekatan sang putri segera menendang batu untuk menutupi sumber air tersebut,
sehingga Bandung tertutup di dalam sumber air tersebut.
Tiba-tiba
batu tersebut terlempar, Bandung akhirnya mampu keluar dan meminta penjelasan
dari sang putri apa maksud dari ini semua. Dengan menangis sang putri
menjelaskan, bahwa dirinya diminta ayahnya agar membunuh Bandung. Supaya
Adipati Hadijaya dapat menguasai wilayah kerajaan Bandung.
Saat
itu Bandung merasa sangat marah sekali, bercampur dengan kesal hawa nafsunya,
pada saat itu amarahnya tidak bisa dibendung lagi. Bandung lekas menghampiri
Adipati Hadijaya dan menusuknya dengan senjata handalannya, akhirnya tidak lama
kemudian Adipati Hadijaya mati ditangan Bandung. Secara tidak langsung akhirnya
Bandung menggantikan kekuasaan Adipati Hadijaya. Bandung akhirnya menikah
dengan Roro Jonggrang. Mereka berdua menikah dan juga hidup bahagia serta
masyarakat menyukai mereka berdua sebagai pemimpin daerah tersebut.
*****
Sumber Informasi;
Nama : Ibu Syamsiah
Umur : 68 Tahun
Pekerjaan :
Ibu rumah tangga
0 komentar:
Posting Komentar